TEKNIK PEMBESARAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP)
TAKALAR, DESA MAPPAKALOMPO , KEC. GALESONG, KAB. TAKALAR, SULAWESI SELATAN.
ARTIKEL PRAKTEK KERJA LAPANG
BUDIDAYA PERAIRAN
Oleh:
MUHAMMAD
HASAN
NIM. 115080500111018
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
TEKNIK PEMBESARAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP)
TAKALAR, DESA MAPPAKALOMPO , KEC. GALESONG, KAB. TAKALAR, SULAWESI SELATAN.
ARTIKEL PRAKTEK KERJA LAPANG
BUDIDAYA PERAIRAN
Artikel
Praktek Kerja Lapang Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk
Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas
Brawijaya
Oleh:
MUHAMMAD
HASAN
NIM. 115080500111018
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
ARTIKEL
PRAKTEK KERJA LAPANG
TEKNIK PEMBESARAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP)
TAKALAR, DESA MAPPAKALOMPO , KEC. GALESONG, KAB. TAKALAR, SULAWESI SELATAN.
Oleh :
MUHAMMAD HASAN
NIM. 115080500111018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Jurusan Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS Dr. Ir. Maheno Sri Widodo, MS
NIP. 19622825
198603 2 001 NIP. 19600425 198503 1 002
Tanggal :
Tanggal :
TEKNIK PEMBESARAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP)
TAKALAR, DESA MAPPAKALOMPO , KEC. GALESONG, KAB. TAKALAR, SULAWESI SELATAN.
RAISING TECHNIQUES
OF THE BLUE SWIMMER CRABS (Portunus pelagicus)
AT HALL OF BRACKISH WATER CULTIVATION FISHERIES (BPBAP) TAKALAR, MAPPAKALOMPO
SUB-DISTRICT, GALESONG DISTRICT, TAKALAR REGENCY, SOUTH SULAWESI.
Muhammad Hasan1,
Maheno Sri Widodo2
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Rajungan (Portunus
pelagicus) merupakan jenis kepiting laut yang dapat berenang. Rajungan
menjadi salah satu produk ekspor dalam beberapa tahun terakhir. Selama ini
ekspor rajungan mengandalkan tangkapan dari laut sehingga populasi rajungan di
alam terancam. Tujuan dari Praktek
Kerja lapang ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan serta mempelajari secara langsung bagaimana
tehnik pembesaran rajungan
(Portunus pelagicus)
di Balai
Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar, Desa Mappakalompo, Kec. Galesong,
Kab. Takalar , Sulawesi Selatan. . Metode yang dipakai dalam Praktek
Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data
meliputi, data primer dan data sekunder. Pembesaran rajungan (Portunus pelagicus) dimulai dari persiapan tambak budidaya, pengeringan dasar tambak, pemupukan
dan pengapuran, pemberian shelter, penebaran benih, pengontrolan, sampling,
pengontrolan kualitas air, dan pemanenan. Kualitas air tambak selama
pemeliharaan cukup baik. Nilai DO rata-rata > 3 mg/l, suhu berkisar antara
25-300C, salinitas 25 ppt, dan pH rata-rata 7,8. Laju pertumbuhan
harian rajungan selama bulan ke 2 sebesar 65,33%.
Shelter untuk budidaya rajungan dapat menggunakan botol plastik bekas atau
dengan menggunakan rumput laut jenis Gracillaria
sp atau Caulerpa sp. Pemasangan shelter terbukti meningkatkan jumlah SR
rajungan.
Kata Kunci : Rajungan, Teknik Pembesaran
Blue swimmer crabs (Portunus pelagicus) was one of the types
of sea crab which could swim. Blue swimmer crabs had been becoming one of
export products in the recent years. The exports of blue swimmer crab relied on
the catches from the sea so that its population has been threatened. The
purpose of this field practice was to improve the ability and skill also to
directly learn how to raise blue swimmer crabs (Portunus pelagicus) at Hall of Brackish Water Cultivation Fisheries
(BPBAP) Takalar, Mappakalompo Sub-district, Galesong District, Takalar Regency,
South Sulawesi. The method used was descriptive with data retrieval techniques
were; primary data and secondary data. Raising Techniques
of the blue swimmer crabs (Portunus
pelagicus) started from preparing the embankment, drying the bottom of the
embankment, fertilization and calcification, giving the shelter, spreading the
seed, controlling, sampling, controlling the quality of water, and harvesting.
The quality of water during the breeding time was good. The average value of DO
was > 3 mg/l, the average temperature was 25-300C,
salinity was 25 ppt, and average pH was 7.8. The daily growth rate during the 2nd
month was 65.33%. Shelter which was used during cultivation could be made from
used plastic bottles or seaweed from GracillariasporCaulerpa sptype. The installation of shelter was proved in the
improvement of quantity of blue swimmer crab SR.
Keywords: Blue Swimmer
Crab, Raising Techniques
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting
laut yang banyak terdapat di Perairan Indonesia. Rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di
dalam negeri maupun luar negeri . Daging kepiting ini selain dinikmati di dalam
negeri juga di ekspor ke luar negeri seperti ke Jepang, Singapura dan Amerika.
Rajungan di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas perikanan yang
memiliki nilai ekonomis tinggi. Sampai saat ini
seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan dari hasil tangkapan di
laut (Jafar, 2007).
Seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan dari hasil
tangkapan laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi di alam.
Salah satu upaya untuk menghindari kepunahan jenis kepiting ini melalui
pengembangan budidaya (Juwana, 2002).
Pengembangan
budidaya rajungan masih jarang dilakukan, berbeda dengan budidaya kepiting
bakau yang telah lama dilakukan. Nakamura dan Supriyatna (1990), menyatakan bahwa kendala dalam budidaya rajungan
adalah tingkat kelulushidupan yang masih rendah, yaitu berkisar 4%-29%. Berdasarkan
data diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan tentang teknik pemeliharaan benih
rajungan sangat penting dalam budidaya rajungan sehingga nantinya di harapkan
mampu memproduksi rajungan dalam jumlah yang cukup tinggi , memiliki
pertumbuhan yang cepat, dan kualitas unggul.
Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar
terletak di Desa Mappakalompo,
Kec. Galesong, Kab. Takalar ,Sulawesi
Selatan. Dalam upaya untuk menjadikan BPBAP Takalar sebagai pusat teknologi kepiting (Crab Center), pihak BPBAP Takalar
mempunyai beberapa fungsi untuk mengembangkan teknologi untuk pengembangan
rajungan yakni dengan sistem budidaya rajungan (Portunus pelagicus) di tambak tradisional, dengan pembuatan tambak
diseminasi atau tambak yang digunakan untuk kawasan percontohan bagi
masyarakat. Dengan penerapan teknologi ini pihak BPBAP Takalar berharap dapat
memberi contoh bagi masyarakat yang mempunyai rencana menjadi membudidayakan
rajungan di tambak dengan baik dan benar.
1.2
Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja lapang ini adalah untuk
mengetahui dan mempelajari secara langsung bagaimana cara atau tehnik pembesaran rajungan dan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam teknik
budidaya rajungan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar, Desa Mappakalompo, Kec. Galesong, Kab. Takalar ,
Sulawesi Selatan.
1.3
Kegunaan
Kegunaan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah agar mahasiswa dapat
membandingkan dan memadukan teori yang diperoleh dari perkuliahan dengan yang
ada di lapang serta mendapatkan keterampilan tentang teknik pembesaran rajungan
(Portunus pelagicus) dan sebagai
informasi dan pengetahuan bagi pihak - pihak lain yang membutuhkan.
1.4
Tempat
dan waktu Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan di Balai Perikanan Budidaya
Air Payau (BPBAP) Takalar, Desa
Mappakalompo, Kec. Galesong, Kab.Takalar , Sulawesi Selatan pada tanggal 11 Agustus hingga 05 September 2014.
2. MATERI DAN METODE
2.1 Materi
Materi pengamatan adalah rajungan (Portunus pelagicus) yang
dibudidayakan di tambak diseminasi milik
BPBAP Takalar.
2.2 Metode
Metode pengambilan data yang
digunakan dalam praktek kerja lapang ini menggunakan metode deskriptif yakni
dengan menggambarkan suatu obyek berdasarkan fakta-fakta di lapangan. Menurut Umar (2004), metode deskriptif umumnya
bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang sedang berlangsung
dan memeriksa sebab - sebab
gejala yang diselidiki.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Persiapan Tambak
a. Pengeringan Dasar Tambak
Persiapan awal yang
dilakukan pada proses budidaya rajungan di tambak tidak jauh berbeda dengan persiapan
pada budidaya udang. Prosesnya hampir sama yakni pertama di mulai dengan
melakukan pengeringan dasar tambak. Proses pengeringan dasar tanah ini
berlangsung kurang lebih selama 7 – 14 hari. Perlakuan pegeringan dasar tambak ini sesuai dengan pernyataan Kordi
(2007), bahwa tanah di tambak untuk kegiatan budidaya baik yang baru digunakan
atau sudah lama perlu dilakukan pengolahan tanah untuk mencegah menempelnya
sisa - sisa organisme pathogen (bakteri , jamur, protozoa) dengan penyinaran
matahari secara langsung.
b. Pemupukan Dan Pengapuran
Setelah proses
pengeringan selesai dilakukan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pengapuran
dan pemupukan tanah dasar. Tujuan dari kegiatan pengapuran adalah untuk
mempertahankan kestabilan derajat keasaman (pH) tanah dasar tambak dan juga
memberantas hama, penyakit, serta organisme pathogen yang nantinya akan
mengganggu usaha budidaya. Semakin tinggi kadar
pH atau semakin rendah kadar pH akan
menyebabkan pakan alami sulit tumbuh. Jenis kapur yang digunakan adalah kalsium hidroksida (Ca(OH)2) atau kapur tembok. Kapur ini befungsi sebagai desinfektan atau pemberantas hama. Adapun volume kapur yang digunakan sebanyak 300-500 kg kapur (Ca(OH)2 untuk
luas satu hektar.
Pemupukan bertujuan untuk
meningkatkan kesuburan tanah dasar tambak. Dengan pemupukan diharapkan akan
menumbuhkan pakan alami berupa fitoplankton yang nantinya akan dimanfaatkan
oleh benih rajungan (Portunus pelagicus).
Pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk organik yang berasal dari
kotoran hewan ternak yakni sapi (Bos taurus). Dosis untuk penggunaan pupuk organik yang sering digunakan sekitar 250
kg/Ha.
Proses perlakuan pengapuran
dan pemupukan ini sesuai dengan pendapat Anonymous (2013), yakni kegiatan pengelolaan
dan treatment tanah dasar dilakukan dengan cara pengapuran tanah dasar dan pemupukan tanah dasar pada petakan tambak.
Pengapuran petakan tambak dimaksudkan Untuk menetralkan keasaman dan
meningkatkan alkalinitas tanah sedangkan pemupukan dilakukan dalam rangka
penyediaan unsur hara serta proses penguraian bahan-bahan organik yang terdapat
pada tanah dasar dalam petakan tambak menjadi unsur hara untuk memenuhi
kebutuhan akan pakan alami.
c. Pemasukan Air
Kegiatan selanjutnya
setelah pemupukan dan pengapuran adalah dilakukan pemasukan air secara perlahan
ke dalam tambak. Pemasukan air dilakukan dengan membuka pintu air secara
manual. Air dimasukkan secara perlahan sampai ketinggiannya mencapai 80 cm.
Pada budidaya rajungan di tambak air yang digunakan berasal langsung dari laut
yang ditampung di tambak tersendiri di samping tambak rajungan dengan luas 0,5
hektare.
d. Pemberian Shelter
Sebelum di masukkan air
perlu di beri tambahan shelter. Shelter disini berfungsi sebagai tempat
berlindung dari rajungan dari ancaman kanibalisme sesamanya saat rajungan
tersebut mengalami molting. Penggunaan shelter bisa menggunakan ijuk , pelepah
daun pisang (Musa paradisiacal), pipa
paralon, botol kemasan bekas atau dengan menggunakan rumput laut. Jenis rumput
laut yang pernah di ujicoba sebagai shelter yakni Gracillaria sp. dan Lawi Lawi
(Caulerpa,sp ).
Tambak rajungan ini menggunakan shelter yang terbuat dari botol
plastik bekas. Botol – botol ini terlebih dahulu di potong pada bagian bawahnya
hingga membentuk lubang pada botol dengan menggunakan gunting, kemudian botol
diikatkan pada sebuah tongkat kayu sepanjang 1 meter, diikatkan sejajar secara
horizontal pada tongkat kayu. Satu tongkat kayu ini dapat dipasangi 40 buah botol plastik bekas. Shelter ini
dapat dipasang di tambak setelah proses pemupukan atau dapat juga saat
dilakukan pengisian air kedalam tambak. Semakin banyak shelter dibuat semakin bagus. Shelter ini disebar
merata didalam tambak. Jarak penanaman kurang lebih 2 - 4 meter setiap
shelter.
Pembuatan shelter ini sesuai dengan
pernyataan Anonymous (2013), untuk
mengurangi dampak kanibalisme pada rajungan dapat dilakukan dengan cara
memasang shelter atau tempat perlindungan. Tempat perlindungan ini dapat berupa
pipa paralon , botol plastik bekas, atau rumput laut (Gracillaria sp.). Setelah shelter selesai diletakkan ke dalam
tambak kemudian dilakukan pengisian air ke dalam tambak hingga ketinggian 40 –
80 cm.
3.2 Penebaran Benih
Ada 2 cara yang biasa digunakan
dalam penebaran benih rajungan ke dalam tambak yang pertama yakni dilakukan
proses penggelondongan terlebih dahulu. Proses penggelondongan ini berfungsi
sebagai aklimatisasi benih rajungan yang baru di ambil dari hatchery BPBAP
Takalar. Benih rajungan yang digelondong ini berukuran crab 10 dengan berat 0,1
gram yang nantinya akan digelondong selama 2 minggu hingga ukurannya 5 gr sebelum dilepas ke tambak.
Penggelondongan ini juga berfungsi sebagai seleksi awal apakah benih dapat
beradaptasi dengan baik di tambak atau tidak
Penabaran yang ke dua dilakukan dengan menggunakan penebaran
langsung, yakni tanpa melalui proses penggelondongan terlebih dahulu. Padat
tebar benih rajungan yang di pelihara di tambak harus diperhatikan dengan baik,
yakni 1-2 ekor/m3. Ukuran benih yang dapat ditebar adalah benih yang
mempunyai lebar karapaks antara 5 mm sampai 20 mm. Benih rajungan yang sehat
biasanya setelah ditebar akan berenang mencari tempat perlindungan atau
shelter. Sebelum ditebar ke dalam tambak di buka plastik kemasan benih rajungan
dan di aklimatisasi terlebih dahulu selama 15 menit hingga plastik mengembun, tujuannya agar menyesuaikan suhu
di dalam plastik dengan suhu di tambak. Setelah 15 menit masukkan air tambak
secara perlahan ke dalam kantong plastik , dan kemudian benih rajungan akan
keluar dengan sendirinya
3.3 Pemeliharaan
a. Pengontrolan
Kegiatan pengontrolan
yang dilakukan adalah monitoring pematang, pintu air dan ketinggian air di
dalam tambak. Ketiga hal ini penting karena situasinya dapat berubah sewaktu -
waktu. Ketinggian air di tambak harus di jaga di kisaran > 60 cm. Pergantian
air perlu dilakukan penjadwalan, kadang dilakukan secara berkala selama 2
minggu sekali,sebanyak 40-60% dari total air di tambak. Akan tetapi saat musim
kemarau hal tersebut sulit untuk dilakukan karena pemasukan air laut
mengandalkan pasang surut air laut maka perlu di buat tambak penampungan air
laut agar ketika air pasang air dapat di tampung di tambak penampungan.
b. Sampling
Kegiatan
sampling juga perlu dilakukan oleh para pembudidaya rajungan, minimal dilakukan
2 minggu sekali untuk mengetahui pertumbuhan dari rajungan yang telah
dipelihara. Kegiatan sampling ini menggunakan timbangan digital. Kegiatan
sampling meliputi menimbang berat rajungan, mengukur lebar dari karapasnya dan
mengukur panjang rajungannya.
Pengambilan
sampel rajungan dilakukan secara acak di setiap sudut tambak yang mewakili
dimana populasi rajungan terbanyak. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan pada saat
pagi atau sore hari ketika akan memberikan pakan rucah, karena lebih mudah
mendeteksi dan menarik perhatian rajungan dalam keadaan lapar.
Sampling
rajungan ini berlangsung 2 kali yakni pertama pada hari ke 30 pemeliharaan dan
sampling ke dua pada hari ke 60 pemeliharaan. Dari kegiatan sampling ini
nantinya dapat diketahui laju pertumbuhan dari rajungan yang dibudidaya. Menurut Subandiyono dan Hastuti, (2014)
dalam Soim ,(2004) laju pertumbuhan harian
(specific growth rate/ SGR) adalah presentase dari selisih berat akhir dan
berat awal yang dibagi dengan lamanya waktu pemeliharaan
LPH =
x 100 %
Keterangan :
LPH = Persentase berat
rata-rata individu per hari (% hari)
Wt = In berat
rata-rata pada waktu ke-t (gram)
Wo = In berat rata-rata awal (gram)
T = Waktu (hari)
Hasil
sampling pertama didapatkan berat rata – rata awal rajungan saat berumur 4
minggu sebesar 8,32 gram , kemudian berat rata – rata rajungan saat umur 8
minggu sebesar 27,9 gram. Kemudian dihitung dengan rumus di atas dan didapatkan laju pertumbuhan harian rajungan
adalah sebesar 65,33%. Pertumbuhan rajungan termasuk sangat cepat karena laju
pertumbuhannya di atas 50 %.
c. Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan saat
masa pemeliharaan ada 2 macam yaitu pakan alami dan tambahan. Pakan alaminya
mengandalkan nutrient yang berasal langsung dari laut sedangkan pakan
tambahannya terdapat berbagai macam pilihan, yakni dapat berupa cumi - cumi (Mastigoteuthis flammea) yang di potong halus dan kecil, ubi kering (Acetes japonicus) juga dapat diberikan
saat rajungan di bawah umur 8 minggu tetapi. Pakan yang dipakai dalam kegiatan
budidaya ini berupa ikan rucah yang dipotong kecil kecil. Jumlah total pakan
yang digunakan selama 4 bulan masa pemeliharaan mencapai 1.000 kg.
Pemberian
pakan rucah ini sesuai dengan pendapat Kordi (2007) ,bahwa dalam usaha budidaya rajungan ketersediaan pakan tambahan sangat penting untuk
mengurangi resiko kanibalisme akibat kurangnya ketersediaan makanan di tambak.
Pakan tambahan dapat berupa cumi-cumi (Mastigoteuthis
flammea) , ikan kering, atau pakan pellet yang kita buat sendiri. Pellet
tersebut dapat terdiri dari campuran tepung kedelai (Glycine max), tepung ikan (brevoortia tyrannus), dan tepung jagung
(Zea mays).
3.4
Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air saat masa pemeliharaan
rajungan di tambak sangat penting untuk diperhatikan. Kualitas air yang baik
berpengaruh penting dalam proses pembesaran. Pengelolaan kualitas air yang
dilakukan di pembesaran rajungan ini meliputi kisaran salinitasnya, kemudian
dderajat keasamannya (pH) , suhu di tambak itu sendiri ,juga oksigen
terlarutnya atau DO, dan yang terakhir kecerahan tambak itu sendiri. Dalam
mengontrol kualitas air di tambak perlu menggunakan alat alat laboratorium
yakni menggunakan DO meter, pH meter, dan refraktometer.
Data kualitas air yang diperoleh saat minggu pertama
yakni, kisaran DO sebesar 3,3 mg/liter , suhu 25,2 0C, salinitas
sebesar 25 ppt, dan pH 8,11. Pada minggu ke dua diperoleh nilai DO sebesar 7,7
mg/liter, suhu 31,9 0C, salinitas 25 ppt, dan pH 8,14. Pada minggu
ke 3 diperoleh nilai DO sebesar 4,35 mg/liter, suhu 26,1 0C,
salinitas 25 ppt, dan pH 7,65. Pada minggu ke empat diperoleh nilai DO sebesar
6,26 mg/liter, suhu 30,2 0C, salinitas 25 ppt, dan pH 7,9. Data
kualitas air ini sesuai dengan pernyataan Anonymous (2013) ,bahwa kisaran
kualitas air yang baik untuk budidaya kepiting di tambak yakni untuk suhu yang
baik berkisar antara 28 – 320C, sedangkan untuk pH antara 7 –
9, ,untuk salinitasnya berkisar antara 20 - 35 ppt,
untuk DO nya >4 mg/l.
3.5 Pemanenan
Pemanenan rajungan di tambak dapat dilakukan dengan 2
cara, yakni panen total dan selektif. Pemanenan rajungan dilakukan secara selektif yakni dilakukan ketika rajungan sudah berumur kurang lebih 3 bulan. Pemanenan ini dilakukan
dengan cara manual yakni kita masuk ke dalam tambak dan menangkap menggunakan
tangan.
Rajungan yang dipanen biasanya memiliki berat 80-100
gram . panen ini dilakukan untuk mengurangi kepadatan rajungan di tambak, dan
juga untuk menseleksi sesuai dengan permintaan pasar, yakni yang berukuran
80-100 gram. Tambak rajungan ini memiliki luas 1 hektare , benih rajungan yang
ditebar sebanyak 30.000 ekor. Dengan masa pemeliharaan selama 4 bulan. Rajungan
yang di panen sejumlah 900 kg atau sekitar 9.000 ekor dengan berat antara 80 -
100 gram. Pengemasan rajungan yang akan di panen menggunakan sterofoam yang di
dalamnya diisi air laut dan rumput laut, air laut berfungsi sebagai media
hidupnya sedangkan rumput laut untuk shelter sementara agar rajungan tidak
berkelahi di dalam sterofoam saat di kirim ke pasar.
3.6 Hama
Pada tambak budidaya rajungan ini terdapat hama penyaing bagi rajungan yakni trisipan (Tylomelania zeamai) ,
sejenis kerang yang menempel di pinggir tambak. Organisme ini berada di pinggir
tambak dan merupakan penyaing dalam mendapatkan makanan dan oksigen di dalam
tambak. Cara mengatasinya yaitu dengan membuang organisme penyaing secara manual saat
tambak dikeringkan setelah panen.
Perlakuan
ini sesuai dengan pendapat Kordi
(2007), bahwa kompetitor adalah organisme penyaing yang dapat menyaingi organisme yang kita budidayakan di tambak, penanggulangannya dapat
dengan cara pengeringan tambak setelah panen berlangsung atau dapat juga dengan
membuangnya dengan tangan secara manual.
3.7 Permasalahan
Budidaya
rajungan di tambak ini masih memiliki kendala utama, yaitu jumlah SR yang masih
rendah. Dalam beberapa tahun terakhir SR rajungan di tambak tertinggi hanya
mencapai 16-20 % saja. Kendala utama yang menyebabkan SR rajungan ini rendah
adalah kanibalisme rajungan saat molting. Saat keadaan molting rajungan sangat
lemah dan hal ini juga mempengaruhi sifat rajungan lain untuk menyerang dan
memakannya sehingga perlu adanya upaya
pencegahan agar kanibalisme rajungan menurun.
BPBAP
Takalar mengembangkan shelter (pelindung) buatan bagi rajungan yang sedang
molting dengan cara membuat shelter dari botol plastik bekas. Kemudian di
kembangkan lagi shelter alami yang multifungsi , dimana selain sebagai
pelindung , shelter ini juga mempunyai fungsi menambah pakan alami, menambah
jumlah oksigen terlarut dalam air dan juga dapat menambah penghasilan
pembudidaya, maka di kembangkan lah polikultur antara rajungan dengan rumput
laut. Polikultur ini baru berjalan selama 1 tahun yakni sejak awal 2013 dan
hasilnya sudah cukup bagus.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pembesaran
rajungan (Portunus pelagicus) dimulai dari persiapan tambak
budidaya, pengeringan dasar tambak, pemupukan dan pengapuran, pemberian
shelter, penebaran benih, pengontrolan, sampling, pengontrolan kualitas air,
dan pemanenan. Kualitas air
tambak selama pemeliharaan cukup baik. Nilai DO rata-rata > 3 mg/l, suhu
berkisar antara 25-300C, salinitas 25 ppt, dan pH rata-rata 7,8.
Laju pertumbuhan harian rajungan selama bulan ke 2 sebesar 65,33%. Shelter untuk budidaya
rajungan dapat menggunakan botol plastik bekas atau dengan menggunakan rumput
laut jenis Gracillaria sp atau Caulerpa sp. Pemasangan shelter terbukti meningkatkan jumlah SR
rajungan.
4.2 Saran
Pemasangan shelter baik dari botol bekas maupun menggunakan rumput laut
jenis Gracillaria sp dengan sistem polikultur
sudah terbukti dapat meningkatkan SR dari kegiatan budidaya rajungan, dan juga
perlu adanya upaya pengembangan lebih lanjut di kemudian hari untuk
meminimalisasi sifat kanibalisme pada rajungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2013. Rekomendasi Teknologi Kelautan dan
Perikanan Indonesia Tahun 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan
Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Jafar , Lisda 2011 . Perikanan Rajungan Di Desa
Mattiro Bombang (Pulau Salemo, Sabangko Dan Sagara) Kabupaten Pangkep. Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan Universitas Hasanudin Makassar
Kordi, K. M.G.H. 2007. Budidaya
Kepiting Bakau(Pembenihan, Pembesaran, dan penggemukan). Aneka Ilmu ,
Semarang. 169 hlm.
Nakamura K dan Supriyatna. 1990, Organogenesis dirung methamorphosis in the
swimming crab, portunus trituberculatus, Nippon Suisan Gakkaishi, 56 (10):
1,561-1,564.
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2005. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Soim, A. 1994. Pembesaran
Kepiting. Penebar Swadaya. Jakarta
Umar, H. 2004. Metode Riset Ilmu Administrasi. PT
Gramedia Pustaka Utama.akarta. 242 hlm
PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
menyediakan bio aqua untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro